Analogi Ku Sendiri

Friday, January 3, 2014


            Aku mengerti saat salah dilakukan, maaf tak selalu mampir untuk memaklumi. Aku juga mengerti saat salah dilakukan berulang kali, kesempatan yang lain untuk memulai kembali tak selalu janji untuk datang hadir lagi. Tapi, bukankah Tuhan mengajarkan makhluknya untuk saling memahami? Bukankah orang – orang bilang tak ada manusia sempurna yang selalu baik kelakuannya?
            Kali ini, salahku juga yang terlalu bermain emosi. Perasaan yang aku punya terlalu besar, sehingga tak bisa ku bendung lagi. Sulit untuk mengatakannya, aku hanya akan berusaha menggambarkannya melalui analogi ku sendiri.
            Orang – orang bilang; kalau mencintai seseorang jangan dicintai terlalu besar. Karena hanya akan menyebabkan perpisahan karena cinta itu sendiri. Ibarat kamu yang begitu menyukai pantai, pasti tak akan lekang dari pasirnya bukan? Saat memegang pasir itu yang kita ibaratkan. Saat memegang pasir, jangan dengan cara mengambilnya bulat – bulat lalu mengepalkan tangan. Hanya serpihan kecil yang akan di dapat. Tapi, buka dengan lebar tangan yang kamu punya, sendokkan pasir didalam ruang yang kamu buat itu, maka pasir yang tetap disana akan sangat banyak dibanding percobaan pertama. 
Begitu juga yang terjadi saat mencintai seseorang..
Aku belajar dari cerita pasir ini. Aku juga banyak belajar dari hubunganku dengan gadis yang satu itu. Aku terlalu mencintai, dan mengenggammu terlalu erat. Bahkan untuk sekedar memberimu ruang untuk bernafas pun tak aku lakukan.
Harusnya aku tak pernah termakan rasa, karena saat berlebihan, bukan jaminan untuk kita bisa mengontrolnya. Tapi, kalau tidak menggunakkan rasa, bagaimana kamu meng-iyakan kalau itu cinta?
            Lalu, menurut kalian yang mana yang benar? Mencintai dengan rasa, atau membiarkannya tanpa tau kejelasan; itu cinta atau apa?

0 comments:

Post a Comment