Tepat malam sebelum
harinya, sedang turun hujan senja ini.
Aku kembali duduk
dibalik jendelaku ditemani susu hangat kala itu.
Sekedar melihat hujan
yang turun karna tak ingin melewati satu persatu rintiknya menetesi bumi.
Tapi, ada yang beda
saat itu. Aku ada dibalik jendelaku.
Tidak seperti dulu,
saat aku berani tenggelam langsung dalam hujan itu.. kali ini aku enggan
membasahi diriku dengan perbuatan tak berguna seperti dulu.
Sudah jadi kewajiban
manusia untuk belajar dari hal yang lalu. Aku sudah belajar, untuk menikmati
sesuatu yang indah kadang tak perlu tenggelam kedalamnya, kita bisa duduk diam
tapi pandangan selalu terarah padanya.
Tanpa sedetikpun aku
lewatkan, setiap kedipan mataku selalu tertuju padanya.
Iya, wanita yang satu
itu. Yang sedang aku buatkan tulisan mengenai hari bahagianya.
Aku ingin jadi yang
pertama untuk meyakinkan padanya kalau aku perduli pada senyumnya.
Sekaligus menegaskan
kalau aku penggemar terberat dari senyumannya. Mata ini terus melihat kesudut
pipinya, tempat dimana senyum itu bernaung senja itu.
Sampai akhirnya senja
beralih malam dan hujan tak turun lagi, entah kenapa aku masih duduk diam
dibalik jendelaku. Padahal, hujan resmi selesai kala itu dan tidak ada lagi
keindahan yang tertera dibalik jendelaku.
Ternyata aku salah,
senja masih menyisahkan satu keindahan yang sempat aku lewatkan.
Dia menunjukkan aku
senyuman itu. Senyuman kamu, yang kali ini aku rasa tingkat keindahannya sudah
melewati batas indah senja.
Dan aku, resmi dibuat
tersenyum melihat senyum kamu.
Sambil duduk diam aku
cuma bisa tersenyum melihatmu. Tanpa enggan berkata banyak, aku mau menegaskan,
bahwa bahagia tak perlu selalu dengan berkata.
0 comments:
Post a Comment