Dibalik jendela hujanku. Aku masih diam penuh kata tunggu

Thursday, March 28, 2013


Dibalik jendela hujanku. Aku masih diam penuh kata tunggu.

Hujan itu datang lagi. Lebih besar kini.
Mungkin dia mengerti, penunggunya sedang rindu.
Rindu dengan suaranya. Suara candanya yang selalu bisa buat aku tersenyum simpul itu.
Suara hujan itu seakan mengajak penunggunya masuk lebih dalam kedunia penuh kata tunggu.
Dan aku terlelap dalam situ.
Aku terlalu nyaman dengan hujanku.
Kini aku dibalut selimut dan ditemani susu hangat selagi menulis ini.
Kali ini, muncul satu pertanyaan dalam hujan kali itu.

            “Apa benar, aku harus menunggu?”

Entahlah, aku risau akan pertanyaan itu.
Aku teguk lagi gelas demi gelas susu hangatku.
Sekedar memastikan badan ini tidak terlalu kedinginan.
Sebab sejak seminggu lalu. Badan ini sudah terlalu dingin karena rindu yang sudah ditelan waktu.
Kamu sudah tidak perduli bukan? :))

            Hari ini hujan itu makin lebat

Hujan itu makin lebat, diselingi kilat ia menjelaskan pada senja kalau kali ini gilirannya.
Giliran ia yang jadi penawar rinduku katanya.
Suaranya yang menerobos tiap sela jendelaku meyakinkan aku kalau dia benar mengatakan itu.
Tapi, aku sudah  tidak berhak larut dalam hujan itu.
Dia sudah beda pemiliknya.
Suaranya pun terkesan penuh keterpaksaan kali ini.
Itu bukan hujanku. Hujanku jauh lebih beradab dibanding ini.
Mungkin ini juga tanda dari semesta.
Bahwasanya kisah kita memang sudah harus berakhir adanya.
Ditandai hujan yang makin lebat tiap harinya. Aku sadar kalau kamu memang sudah bukan disini lagi tempatnya.
Tempatnya sama dia tepatnya.





0 comments:

Post a Comment